Makanan Cepat Saji Cepat Basi? Ini Penyebab dan Tips Aman Mengonsumsinya
Makanan Cepat Saji Cepat Basi? Ini Penyebab dan Tips Aman Mengonsumsinya
Perkembangan gaya hidup yang semakin cepat membuat makanan cepat saji semakin populer. Makanan cepat saji menjadi pilihan praktis bagi orang-orang yang kesulitan menyediakan makanan sendiri karena waktu yang terbatas.
Tren makanan terus berkembang, terutama di kalangan anak muda dan pekerja yang sering bepergian. Namun, seiring dengan kepopulerannya, makanan cepat saji juga menimbulkan masalah serius yang sering diabaikan, yaitu daya tahan makanan yang tidak terlalu lama dan mudah rusak.
Makanan cepat saji biasanya dibuat menggunakan bahan segar tanpa banyak pengawet. Hal ini membuat makanan rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme penyebab pembusukan, terjadi oksidasi lemak, serta kehilangan rasa dan tekstur dalam waktu singkat.
Penyebab lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan kebersihan tempat penyimpanan juga mempercepat kerusakan makanan. Akibatnya, makanan cepat saji yang sudah melewati batas waktu penyimpanan bisa menjadi sumber penyakit yang didapat melalui makanan.
Karena itu, penting mengetahui apa yang membuat makanan cepat saji mudah rusak dan dampaknya bagi kesehatan. Dengan memahami hal ini, konsumen bisa lebih bijak dalam memilih, menyimpan, dan mengonsumsi makanan cepat saji dengan aman.
Di sisi lain, pelaku usaha juga bisa menjadikannya referensi untuk terus meningkatkan kualitas dalam proses pengolahan dan distribusi produk.
Apa Itu Makanan Cepat Saji?
Makanan cepat saji atau fast food adalah jenis makanan yang disiapkan dan disajikan dalam waktu singkat. Biasanya, makanan ini sudah diolah sebagian sehingga saat dipesan hanya membutuhkan pemanasan atau proses masak singkat sebelum sampai ke tangan konsumen.
Contoh makanan cepat saji yang sering kita temui antara lain ayam goreng, burger, pizza, kentang goreng, hingga mie instan. Ciri khasnya adalah praktis, cepat, dan mudah didapat, baik di restoran maupun gerai khusus.
Di dapur gerai, tahap memasak dilakukan dengan cepat. Peralatan yang digunakan dirancang khusus untuk efisiensi.
Misalnya, penggorengan dalam (deep fryer) dengan termostat presisi memastikan kentang atau ayam goreng matang dengan warna dan tekstur yang seragam. Grill atau panggangan dua sisi (clamshell grill) digunakan untuk memasak patty daging dari kedua sisi secara simultan, mengurangi waktu memasak hingga separuh.
Sistem manajemen inventaris dan supply chain juga berperan penting. Berkat teknologi, gerai dapat melacak stok secara real-time dan melakukan pemesanan otomatis. Hal ini memastikan ketersediaan bahan baku yang konstan dan mengurangi limbah.
Makanan cepat saji sering kali menggunakan bahan tambahan pangan, seperti pengawet, penstabil, dan perisa buatan, untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan cita rasa. Kadar garam, gula, dan lemak juga dioptimalkan untuk menciptakan rasa yang menarik dan adiktif bagi konsumen.
Faktor Penyebab Makanan Cepat Saji Cepat Basi
Kerusakan atau pembusukan pangan dapat disebabkan oleh tiga faktor utama:
- Faktor biologis: pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir. Bahan pangan dengan kadar air tinggi dan kaya nutrisi sangat rentan menjadi media pertumbuhan mikroba.
- Faktor kimia: proses oksidasi lemak yang menyebabkan tengik, reaksi enzimatis yang merusak tekstur, serta interaksi kimia lain yang menurunkan kualitas pangan.
- Faktor fisik dan lingkungan: suhu, kelembapan, paparan cahaya, dan kualitas pengemasan yang tidak memadai mempercepat kerusakan pangan.
- Kandungan air dan nutrisi tinggi
Makanan cepat saji seperti ayam goreng, nasi kotak, atau sup umumnya mengandung kadar air dan nutrisi yang tinggi. Kondisi ini menciptakan lingkungan ideal bagi mikroorganisme pembusuk seperti Salmonella, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus untuk berkembang biak dengan cepat. Mikroba dapat menggandakan diri dalam hitungan menit pada suhu ruang, sehingga makanan cepat basi dalam beberapa jam saja. - Minimnya penggunaan pengawet
Berbeda dengan makanan olahan industri yang menggunakan pengawet kimia (misalnya natrium benzoat atau sorbat), makanan cepat saji jarang mengandung bahan tambahan tersebut. Hal ini memang meningkatkan kesegaran dan cita rasa alami, tetapi juga memperpendek masa simpan. - Suhu penyimpanan tidak tepat
Salah satu penyebab utama cepatnya pembusukan adalah penyimpanan pada suhu ruang. WHO pada “Five Keys to Safer Food Manual” menekankan adanya danger zone suhu 5–60 °C, di mana pertumbuhan mikroba berlangsung sangat cepat. Makanan cepat saji yang tidak segera disimpan dalam pendingin akan mengalami penurunan mutu dengan cepat. - Paparan udara dan oksidasi
Paparan udara dapat mempercepat proses oksidasi lemak, sehingga makanan menjadi tengik. Oksidasi ini tidak hanya menurunkan cita rasa, tetapi juga dapat menghasilkan senyawa berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi. - Kontaminasi silang
Kontaminasi dapat terjadi dari peralatan masak, tangan penyaji, atau lingkungan sekitar. Restoran cepat saji atau pedagang kaki lima yang tidak menerapkan prinsip higiene berisiko tinggi meningkatkan kontaminasi silang.
Mengapa Makanan Cepat Saji Mudah Basi?
Makanan cepat saji atau fast food dikenal praktis dan mudah dinikmati, tetapi memiliki daya simpan yang singkat. Kandungan air dan nutrisi yang tinggi membuat makanan ini menjadi tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanpa penyimpanan yang tepat, makanan cepat saji bisa cepat rusak karena faktor biologis, kimia, hingga lingkungan.
Beberapa penyebab makanan cepat saji cepat basi antara lain, suhu penyimpanan yang tidak sesuai sehingga bakteri berkembang lebih cepat, tidak adanya bahan pengawet pada makanan tertentu, reaksi kimia seperti oksidasi lemak dan aktivitas enzim, kontaminasi silang saat proses penyajian.
Makanan cepat saji, seperti burger, kentang goreng, dan ayam goreng, umumnya mengandung kadar protein, lemak, dan karbohidrat yang tinggi. Kombinasi ini menjadi media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur. Bakteri seperti Salmonella dan E. coli dapat berkembang biak dengan cepat di lingkungan yang kaya nutrisi.
Selain itu, makanan ini sering kali memiliki kelembaban yang tinggi. Kelembaban ini, terutama pada bagian dalam roti, sayuran, dan daging, mempercepat proses pembusukan. Air adalah unsur penting bagi metabolisme mikroba, sehingga semakin banyak air yang tersedia, semakin cepat pula mikroorganisme tersebut berkembang biak.
Proses memasak makanan cepat saji, yang sering kali melibatkan penggorengan dalam minyak panas, memang membunuh sebagian besar mikroba.
Namun, setelah dimasak, makanan ini terpapar kembali ke udara dan lingkungan sekitar yang mengandung mikroorganisme.
Makanan yang didiamkan pada suhu ruangan (terutama antara 4°C hingga 60°C, yang dikenal sebagai "zona bahaya") selama lebih dari dua jam akan menjadi tempat berkembang biak yang subur bagi bakteri.
Selain itu, cara penyajiannya juga berpengaruh. Makanan yang disajikan dalam kemasan tertutup, seperti kotak atau bungkus kertas, menciptakan lingkungan yang hangat dan lembap, yang lagi-lagi sangat mendukung pertumbuhan bakteri.
Berbeda dengan makanan olahan yang dirancang untuk tahan lama dan sering mengandung pengawet, makanan cepat saji umumnya tidak mengandung bahan pengawet dalam jumlah signifikan.
Tujuan utamanya adalah untuk langsung dimakan. Makanan ini juga tidak melalui proses sterilisasi atau pasteurisasi yang ketat, yang bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme.
Makanan cepat saji yang sudah melewati batas kesegaran dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Salah satunya adalah penyakit bawaan makanan (foodborne illness) seperti diare, muntah, hingga gangguan pencernaan serius akibat infeksi bakteri Salmonella atau E. coli.
Menurut laporan WHO, keracunan makanan menjadi masalah serius di dunia. Setiap tahun, tercatat sekitar 600 juta kasus penyakit dan 420 ribu kematian akibat makanan yang terkontaminasi bakteri, virus, maupun racun alami.
Standar Keamanan Makanan Cepat Saji
Untuk menjaga keamanan pangan, telah dibuat berbagai regulasi baik secara global maupun nasional. WHO & FAO menetapkan standar melalui Codex Alimentarius yang mengatur cemaran mikrobiologi dan kimia dalam pangan. BPOM RI menerbitkan peraturan tentang Cara Produksi Pangan yang Baik (Perka BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012). Kementerian Kesehatan RI juga mengeluarkan panduan higiene dan sanitasi makanan bagi industri jasa boga, restoran, hingga usaha kecil. Disamping itu, ada beberapa standar yang diterapkan berdasarkan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP):
- Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Baku:
Bahan baku harus diterima dari pemasok terpercaya yang memenuhi standar keamanan. Suhu kritis untuk bahan beku harus dipertahankan di bawah -18°C dan bahan dingin di bawah 4°C. Penyimpanan harus memisahkan bahan mentah dari bahan siap makan untuk mencegah kontaminasi silang. Aturan "First In, First Out" (FIFO) dan "First Expired, First Out" (FEFO) harus diterapkan. - Penyiapan dan Pengolahan:
Prosedur ini melibatkan pengendalian suhu dan waktu yang ketat. Daging, unggas, dan ikan harus dimasak hingga mencapai suhu internal yang aman untuk membunuh bakteri patogen, seperti 165∘F (74∘C) untuk unggas. Peralatan dan permukaan kerja harus dibersihkan dan disanitasi secara teratur. Penggunaan talenan dengan kode warna berbeda untuk setiap jenis makanan (misalnya, merah untuk daging mentah, hijau untuk sayuran) sangat disarankan. - Higiene Penjamah Makanan:
Seluruh karyawan harus dilatih dalam praktik kebersihan pribadi yang ketat. Ini termasuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara berkala (terutama setelah menyentuh bahan mentah atau menggunakan toilet), mengenakan seragam bersih, penutup kepala, dan sarung tangan saat menangani makanan siap saji. - Penyajian dan Pengangkutan:
Makanan cepat saji yang sudah matang harus disimpan pada "zona bahaya suhu" (temperature danger zone) yang aman, yaitu di atas 60∘C untuk makanan panas dan di bawah 4∘C untuk makanan dingin. Waktu maksimal makanan berada di luar suhu aman ini adalah 2 jam. Untuk pengangkutan, wadah makanan harus tertutup rapat dan kendaraan pengangkut memiliki sistem pendingin atau pemanas yang memadai.
Tips Aman Mengonsumsi Makanan Cepat Saji
Agar tetap aman, konsumen perlu lebih bijak dalam memilih dan menyimpan makanan cepat saji. Pastikan makanan disimpan pada suhu yang tepat. Hindari mengonsumsi makanan cepat saji yang sudah berubah bau, rasa, atau teksturnya. Kemudian, perhatikan masa simpan atau tanggal kadaluarsa. Penting juga menerapkan kebiasaan hidup bersih sebelum makan.
Di sisi lain, pelaku usaha juga memiliki peran penting dalam menjaga keamanan pangan dengan meningkatkan standar pengolahan, distribusi, dan penyajian makanan cepat saji.
Makanan cepat saji memang praktis, tetapi juga sangat rentan basi jika tidak ditangani dengan benar. Konsumsi makanan yang sudah rusak dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya.
Oleh karena itu, konsumen perlu memahami prinsip keamanan pangan, sementara pelaku usaha wajib menerapkan standar yang lebih baik agar kualitas makanan tetap terjaga.
Cegah makanan cepat saji Anda mudah basi dan berisiko bagi kesehatan! Untuk Anda pelaku usaha, INTILAB menyediakan jasa uji pangan dengan standar laboratorium terakreditasi. Dapatkan data akurat untuk mengontrol kualitas bahan baku, proses produksi, dan produk akhir Anda. Jaga kepercayaan konsumen dan tingkatkan standar usaha Anda bersama kami
Referensi:
Nisa, H., Fatihah, I. Z., Oktovianty, F., Rachmawati, T., & Azhari, R. M. (2021). Konsumsi Makanan Cepat Saji, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Remaja di Kota Tangerang Selatan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 31(1), 63-74.
Suswanti, I. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
Terbaru

Kelebihan dan Kekurangan Program Fortifikasi Makanan di Indonesia
mengupas secara komprehensif berbagai aspek program fortifikasi makanan di Indonesia, menyajikan arg...
Selengkapnya
Apa Itu Hujan Asam? Kenali Penyebab, Dampak, Dan Solusi Bagi Lingkungan Hidup
Hujan asam terjadi ketika kandungan zat kimia berbahaya di udara, seperti sulfur dioksida (SO₂) da...
Selengkapnya
8 Tanaman Hias Loveable Dengan Warna Brave Pink Green Hero, Percantik Halaman Sambil Jaga Lingkungan
Warna tanaman hias begitu beragam dan unik, mengundang rasa ingin memiliki. Dari hanya percampuran d...
Selengkapnya
Mengenal Environmental Baseline Study (EBS) Untuk Industri Ramah Lingkungan
Dengan mengintegrasikan teknologi hijau, efisiensi energi, serta pengelolaan limbah yang tepat, indu...
Selengkapnya
Apa Itu Fortifikasi Makanan? Mengenal Zat Tambahan Makanan Dan Manfaatnya Untuk Tubuh
9 Dari 10 Ahli Setuju! Fortifikasi Makanan Memberikan Manfaat Luar Biasa Bagi Tubuh- Yuk Kenali Jeni...
Selengkapnya
Rahasia Gaya Hidup Sehat dengan Secangkir Teh
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat dan konsumsi pangan ala...
Selengkapnya
Hobi Makan Seafood? Waspadai Mikroplastik Yang Mengintai!Hobi Makan Seafood? Waspadai Mikroplastik Yang Mengintai!
Pentingnya kesadaran akan keberadaan mikroplastik dalam seafood yang dikonsumsi sehari-hari. Berikut...
Selengkapnya
Makanan Cepat Saji Cepat Basi? Ini Penyebab dan Tips Aman Mengonsumsinya
Makanan cepat saji atau fast food dikenal praktis dan mudah dinikmati, tetapi memiliki daya simpan y...
Selengkapnya
Peran Beras Fortifikasi Untuk Mencegah Stunting Di Indonesia
Kupas tuntas peran, manfaat, dan potensi beras yang diperkaya dengan vitamin dan mineral ini dalam ...
Selengkapnya
Tantangan Dan Strategi Fortifikasi Makanan di Indonesia Untuk Gizi yang Lebih Baik
Fortifikasi adalah proses menambahkan zat gizi mikro penting seperti zat besi, yodium, vitamin A, zi...
Selengkapnya
Waspada Bakteri E.Coli Dari Maraknya Kasus Keracunan Makanan
Keracunan makanan, sebuah ancaman kesehatan yang sering kali diremehkan, menjadi perhatian serius be...
Selengkapnya
Dampak Gas Air Mata, Ancaman Nyata Untuk Lingkungan
Dampak gas air mata yang selama ini dianggap hanya berpengaruh sementara pada manusia, tetapi ternya...
Selengkapnya
Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan Manusia Dan Lingkungan
Indonesia menempati peringkat ke-15 dunia untuk polusi udara. Artikel ini mengupas tuntas penyebab, ...
Selengkapnya
Mengenal Lebih Dekat Bakteri Coliform , Indikator Kebersihan Air dan Makanan
Coliform adalah kelompok bakteri yang biasanya digunakan sebagai indikator apakah air atau makanan s...
Selengkapnya