Amankah Nasi di Meja Makan Anda? Mengenal Bahaya Kadmium dan Risikonya

1 day ago By : Fadhilah Desy Handayani

Nasi adalah makanan pokok yang tak tergantikan. Ia adalah pondasi sarapan, pelengkap makan siang, dan penutup sempurna di kala malam. Semangkuk nasi putih hangat seolah menjadi jaminan ketenangan perut dan sumber energi yang tak tergantikan. Namun, di balik penampilannya yang bersih dan rasanya yang netral, tersembunyi sebuah ancaman sunyi yang tak kasatmata dan tak berbau. Ancaman ini bernama kadmium (Cd), sejenis logam berat beracun yang tanpa kita sadari, dapat menyusup ke dalam hidangan paling esensial di meja makan kita. Ini bukanlah sebuah upaya untuk menebar ketakutan, melainkan sebuah ajakan untuk menjadi konsumen yang lebih cerdas dan peduli terhadap apa yang kita santap setiap hari.

Dari Sawah ke Piring Makan: Perjalanan Sunyi Kadmium ke dalam Nasi Kita

Kadmium adalah elemen alami yang ditemukan di kerak bumi. Namun, seiring dengan derap langkah industrialisasi dan modernisasi pertanian, konsentrasinya di lingkungan meningkat secara drastis. Logam berat berwarna putih keperakan ini merupakan produk sampingan dari berbagai aktivitas manusia, seperti pertambangan nikel dan seng, pembakaran batu bara, serta sisa dari industri cat dan baterai. Sumber-sumber pencemaran ini melepaskan kadmium ke udara, air, dan tanah, yang pada akhirnya menemukan jalan menuju lahan-lahan pertanian kita yang subur.

Salah satu jalur utama kontaminasi kadmium ke dalam rantai makanan adalah melalui praktik pertanian modern itu sendiri. Penggunaan pupuk fosfat anorganik secara masif dan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil panen ternyata membawa konsekuensi tersembunyi. Pupuk fosfat secara alami dapat mengandung residu kadmium dalam kadar yang bervariasi, dari 0,1 hingga 170 ppm. Ketika pupuk ini ditaburkan di sawah, kadmium ikut larut ke dalam tanah. Seiring waktu, logam berat ini akan terakumulasi di dalam tanah, menciptakan sebuah bom waktu ekologis.

Tanaman padi, dengan sistem perakarannya yang tumbuh di lahan basah atau sawah tergenang, menjadi penyerap kadmium yang sangat efisien. Sifat kadmium yang mudah larut dan sangat mobile di dalam tanah membuatnya gampang diserap oleh akar tanaman bersamaan dengan unsur hara lainnya. Dari akar, kadmium kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, mulai dari batang, daun, hingga akhirnya terkonsentrasi di bagian yang paling sering kita konsumsi: bulir padi. Proses penggilingan gabah menjadi beras dan proses memasak dengan suhu tinggi sama sekali tidak dapat menghilangkan atau mengurangi kandungan logam berat ini. Alhasil, kadmium dengan mulus berpindah dari lahan pertanian yang tercemar langsung ke piring makan kita.

Baca juga: Peran Beras Fortifikasi Untuk Mencegah Stunting Di Indonesia

Ancaman Jangka Panjang yang Mengintai di Balik Butiran Nasi

Efek toksik dari kadmium tidak muncul secara instan seperti keracunan makanan pada umumnya. Bahayanya justru terletak pada paparan dosis rendah yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Kadmium memiliki sifat bioakumulatif, yang berarti sekali masuk ke dalam tubuh, ia akan menumpuk, terutama di organ vital seperti ginjal dan hati, dan sangat sulit untuk dikeluarkan secara alami. Diperkirakan, tubuh memerlukan waktu antara 10 hingga 30 tahun untuk dapat melarutkan dan mengeluarkan separuh dari kadmium yang telah terakumulasi.

Akumulasi kronis kadmium di dalam tubuh dapat memicu serangkaian masalah kesehatan yang serius. Ginjal adalah organ yang paling rentan mengalami kerusakan. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, di mana kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh menurun secara progresif, yang pada akhirnya dapat berujung pada gagal ginjal. Selain itu, kadmium juga dikenal dapat mengganggu metabolisme kalsium dalam tubuh, yang berakibat pada tulang yang rapuh dan rentan patah, sebuah kondisi yang dikenal sebagai osteoporosis. Dalam kasus pencemaran ekstrem di Jepang beberapa dekade lalu, kondisi ini dikenal sebagai penyakit "Itai-itai", yang secara harfiah berarti "aduh-aduh" karena rasa sakit yang luar biasa pada tulang.

Lebih jauh lagi, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) telah mengklasifikasikan kadmium sebagai karsinogen bagi manusia. Paparan kadmium dihubungkan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, termasuk kanker paru-paru, prostat, dan payudara. Logam ini juga diduga dapat mengganggu sistem reproduksi dengan mempengaruhi produksi hormon progesteron dan testosteron, serta berpotensi membahayakan perkembangan janin selama kehamilan. Mengingat nasi adalah makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, potensi risiko kesehatan dari paparan kadmium jangka panjang ini menjadi sebuah isu kesehatan publik yang tidak bisa diabaikan.

Potret Kadmium dalam Beras di Indonesia: Apa Kata Studi?

Kekhawatiran mengenai kontaminasi kadmium pada beras bukan lagi sekadar isu global, tetapi sudah menjadi realitas di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah daerah telah menunjukkan adanya cemaran kadmium pada lahan pertanian dan produk beras lokal. Beberapa studi menemukan bahwa lahan persawahan di area seperti Rancaekek, Bandung, dan Sidoarjo telah terkontaminasi kadmium, dengan konsentrasi yang berpotensi membahayakan. Pencemaran ini seringkali terkait dengan limbah industri yang dibuang ke sungai dan kemudian digunakan sebagai air irigasi, serta penggunaan pupuk kimia yang intensif.

Untuk melindungi masyarakat, pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan batas maksimum cemaran kadmium dalam beras, yaitu sebesar 0,4 miligram per kilogram (mg/kg). Standar ini menjadi acuan penting untuk memastikan bahwa beras yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi. Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan temuan yang perlu diwaspadai. Sebuah studi yang membandingkan empat jenis beras populer menemukan bahwa semua sampel yang diuji memiliki kandungan kadmium di atas ambang batas aman yang ditetapkan SNI.

Studi lain di Sumatera Selatan juga memberikan gambaran menarik ketika membandingkan beras dari sistem pertanian organik dengan sistem konvensional. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun kadar kadmium pada kedua jenis beras tersebut masih di bawah batas aman, beras yang berasal dari pertanian konvensional, yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia, cenderung memiliki kandungan kadmium yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa praktik pertanian yang kita pilih memiliki dampak langsung terhadap kualitas dan keamanan pangan yang kita hasilkan.

Baca juga: Awas! Risiko Kadar Air Berlebih Dalam Produk Makananmu

Melindungi Diri dan Keluarga: Langkah Cerdas Menghadapi Risiko Kadmium

Mengetahui adanya potensi risiko kadmium dalam makanan pokok kita bukanlah untuk menimbulkan kepanikan, melainkan untuk memberdayakan kita dengan pengetahuan agar dapat mengambil langkah-langkah perlindungan yang bijaksana. Perlindungan ini dapat dimulai dari dapur kita sendiri hingga mendorong perubahan yang lebih besar dalam sistem pertanian.

Sebagai konsumen, ada beberapa langkah sederhana namun berarti yang bisa kita lakukan. Pertama, selalu cuci beras dengan air bersih yang mengalir sebelum memasaknya. Meskipun proses ini mungkin tidak sepenuhnya menghilangkan kadmium, ini adalah praktik higienis dasar yang dapat membantu mengurangi kontaminan permukaan. Kedua, pertimbangkan untuk mendiversifikasi sumber karbohidrat Anda. Indonesia kaya akan pangan lokal selain nasi, seperti ubi jalar, singkong, jagung, dan talas. Dengan tidak hanya bergantung pada nasi, kita dapat mengurangi potensi paparan berlebih terhadap satu jenis kontaminan dari satu sumber pangan saja.

Langkah yang lebih signifikan adalah dengan lebih kritis dalam memilih beras yang kita beli. Di sinilah peran beras organik menjadi sangat penting. Pertanian organik pada prinsipnya melarang penggunaan pupuk kimia sintetis, termasuk pupuk fosfat yang seringkali menjadi biang keladi cemaran kadmium. Petani organik mengandalkan pupuk kompos, pupuk kandang, dan bahan-bahan alami lainnya untuk menyuburkan tanah. Bahan organik ini tidak hanya menutrisi tanaman, tetapi juga dapat memperbaiki kesehatan tanah dan memiliki kemampuan untuk mengikat logam berat seperti kadmium, sehingga mengurangi jumlah yang diserap oleh tanaman padi. Memilih beras organik bersertifikat memberikan jaminan lebih bahwa beras tersebut diproduksi melalui proses yang meminimalkan risiko kontaminasi bahan kimia berbahaya.

Tentu saja, tanggung jawab tidak hanya berada di pundak konsumen. Perubahan sistemik di tingkat pertanian sangat diperlukan. Upaya mitigasi seperti remediasi atau pemulihan tanah yang telah tercemar kadmium perlu digalakkan. Ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penggunaan kapur pertanian untuk menaikkan pH tanah yang dapat mengurangi kelarutan kadmium, hingga teknik fitoremediasi, yaitu menggunakan tanaman tertentu yang mampu menyerap kadmium dalam jumlah besar untuk membersihkan tanah. Selain itu, pengawasan yang ketat terhadap pembuangan limbah industri dan promosi penggunaan pupuk rendah kadmium adalah kunci untuk mencegah pencemaran lebih lanjut.

Baca juga: Cegah Wabah Penyakit Pada Pangan Lewat Uji Mikroba

Menuju Ketahanan Pangan yang Sehat dan Aman

Nasi akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan kehidupan kita. Namun, di tengah tantangan pencemaran lingkungan yang semakin meningkat, kita tidak bisa lagi hanya memikirkan kuantitas dan rasa kenyang. Kualitas dan keamanan pangan harus menjadi prioritas utama. Ancaman kadmium dalam beras adalah cerminan dari kesehatan lingkungan kita; apa yang kita berikan kepada bumi, pada akhirnya akan kembali ke piring kita.

Kesadaran adalah langkah pertama menuju perubahan. Dengan memahami bagaimana kadmium bisa masuk ke dalam nasi kita dan apa saja risikonya, kita didorong untuk membuat pilihan yang lebih baik. Pilihan ini mungkin terasa kecil di tingkat individu, tetapi ketika dilakukan secara kolektif, ia memiliki kekuatan untuk menggeser permintaan pasar ke arah produk yang lebih aman dan berkelanjutan, serta mendorong para petani dan pemerintah untuk menerapkan praktik yang lebih baik.

Jadilah konsumen cerdas. Mulailah hari ini dengan memilih beras yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menyehatkan. Cari tahu lebih lanjut tentang beras organik bersertifikat di daerah Anda dan dukung petani yang berkomitmen pada praktik pertanian berkelanjutan. Pilihan Anda di dapur hari ini adalah investasi untuk kesehatan keluarga dan masa depan pertanian Indonesia yang lebih aman.


Terbaru

...
1 day ago

Amankah Nasi di Meja Makan Anda? Mengenal Bahaya Kadmium dan Risikonya

Semangkuk nasi putih hangat seolah menjadi jaminan ketenangan perut dan sumber energi yang tak terga...

Selengkapnya
Information
...
1 week ago

Panduan Aman Konsumsi Ikan: Cara Cerdas Memilih Ikan Rendah Merkuri

Ikan sering disebut sebagai superfood dari lautan, dan julukan itu memang pantas disandangnya. Sebag...

Selengkapnya
Information
...
2 weeks ago

Kawan atau Lawan? Membongkar Mitos dan Mengenal Jenis Lemak di Piring Anda

Ketika kata "lemak" disebut dalam percakapan tentang makanan, seringkali yang terbayang adalah stigm...

Selengkapnya
Information
...
3 weeks ago

Pengemasan Vakum vs Konvensional: Strategi Jitu Menjaga Kesegaran Makanan Berminyak Lebih Lama

Siapa tak suka keripik renyah atau gorengan gurih? Makanan berminyak adalah favorit banyak orang, na...

Selengkapnya
technical
...
4 weeks ago

Rahasia Umur Simpan Makanan: Cara Menjaga Daya Tahan dan Kualitasnya

​Apa itu Umur Simpan Makanan? Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ada makanan yang bisa bertahan...

Selengkapnya
Information
...
1 month ago

Permen LH No. 11 Tahun 2025: Panduan Lengkap Baku Mutu & Standar Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik

Ketahui aturan terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang baku mutu air limbah domestik dan s...

Selengkapnya
technical
...
1 month ago

Residu Pestisida pada Buah dan Sayuran: Ancaman Tersembunyi bagi Keamanan Pangan

Dalam era pertanian modern, pestisida berperan penting untuk melindungi tanaman dari serangan hama d...

Selengkapnya
Information
...
1 month ago

Organik Dalam Makanan : Mengenal Istilah Makanan Organik Dan Non-Organik

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah organik semakin sering muncul di dunia makanan dan gaya hidup...

Selengkapnya
technical
...
1 month ago

Kapan Waktu Terbaik Minum Teh Hijau ? Ini Analisisnya Berdasarkan Siklus Metabolisme Tubuh

Kapan sebenarnya waktu terbaik untuk menikmati secangkir teh hijau agar manfaatnya dapat diserap sec...

Selengkapnya
technical
...
1 month ago

Minum Kombucha Tiap Hari ? Ini Manfaatnya Untuk Pencernaan!

Kombucha bukan sekadar tren sesaat, melainkan termasuk dalam kategori pangan fungsional karena menga...

Selengkapnya
technical
...
1 month ago

Percaya Atau Tidak , Inilah 5 Alasan Ilmiah Mengapa Teh Cocok Untuk Pegawai Kantoran

tahukah kamu bahwa solusi alami untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas ini sudah ada dal...

Selengkapnya
Information
...
2 months ago

Kelebihan dan Kekurangan Program Fortifikasi Makanan di Indonesia

mengupas secara komprehensif berbagai aspek program fortifikasi makanan di Indonesia, menyajikan arg...

Selengkapnya
technical
...
2 months ago

Apa Itu Hujan Asam? Kenali Penyebab, Dampak, Dan Solusi Bagi Lingkungan Hidup

Hujan asam terjadi ketika kandungan zat kimia berbahaya di udara, seperti sulfur dioksida (SO₂) da...

Selengkapnya
technical
...
2 months ago

8 Tanaman Hias Loveable Dengan Warna Brave Pink Green Hero, Percantik Halaman Sambil Jaga Lingkungan

Warna tanaman hias begitu beragam dan unik, mengundang rasa ingin memiliki. Dari hanya percampuran d...

Selengkapnya
Entertaiment