Apa Itu Hujan Asam? Kenali Penyebab, Dampak, Dan Solusi Bagi Lingkungan Hidup
Apa Itu Hujan Asam? Kenali Penyebab, Dampak, Dan Solusi Bagi Lingkungan Hidup
Pernahkah kamu mendengar istilah hujan asam? Fenomena ini bukan sekadar hujan biasa, melainkan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan tanah, air, tumbuhan, bahkan kesehatan manusia.
Hujan asam terjadi ketika kandungan zat kimia berbahaya di udara, seperti sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOₓ), bercampur dengan uap air dan jatuh ke bumi dalam bentuk presipitasi. Dampaknya tidak bisa dianggap sepele, karena dapat merusak ekosistem secara perlahan dan menurunkan kualitas hidup.
Fenomena hujan asam merupakan salah satu bentuk dampak pencemaran udara akibat emisi gas sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOₓ) yang dihasilkan dari aktivitas industri, pembakaran bahan bakar fosil, dan transportasi.
Hujan asam telah terbukti memberikan berbagai dampak negatif. Pada lingkungan, fenomena ini mempercepat degradasi tanah, mengubah ekosistem perairan, merusak vegetasi, serta mempercepat korosi pada bangunan dan infrastruktur.
Untuk memahami lebih jauh, mari kita bahas apa itu hujan asam, penyebabnya, serta dampak dan solusi yang bisa dilakukan untuk menjaga lingkungan hidup tetap sehat.
Apa Itu Hujan Asam?
Hujan merupakan salah satu bagian penting dari siklus hidrologi yang menopang kehidupan di bumi. Keberadaannya berperan besar dalam menjaga ketersediaan air, mendukung pertanian, serta menyeimbangkan ekosistem.
Namun, kualitas hujan dapat berubah menjadi ancaman serius ketika atmosfer tercemar oleh aktivitas manusia.
Salah satu bentuk pencemaran atmosfer yang paling mengkhawatirkan adalah hujan asam, yaitu turunnya hujan dengan tingkat keasaman lebih tinggi dari normal (pH < 5,6).
Fenomena ini terbentuk ketika gas sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOₓ) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas industri bereaksi dengan uap air di atmosfer, membentuk asam sulfat (H₂SO₄) dan asam nitrat (HNO₃).
Fenomena hujan asam mulai mendapat perhatian serius ketika laporan kerusakan hutan, degradasi ekosistem perairan, dan korosi bangunan bersejarah muncul di Eropa Utara dan Amerika Utara.
Saat ini, masalah serupa juga terjadi di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, seiring dengan pesatnya industrialisasi, urbanisasi, dan penggunaan energi berbasis fosil.
Permasalahan utama dari hujan asam bukan hanya pada rendahnya pH air hujan, melainkan dampak luas yang ditimbulkannya, mulai dari kerusakan tanah, air, dan vegetasi, hingga risiko kesehatan bagi manusia seperti gangguan pernapasan dan penyakit kronis.
Istilah Hujan Asam
Istilah hujan asam pertama kali digunakan oleh Robert A. Smith pada tahun 1872 dalam buku Kupchella (1989), yang menjelaskan kondisi di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris.
Hujan asam adalah turunnya asam ke bumi dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi ketika asam yang ada di udara larut dalam tetesan air di awan.
Jika hujan jatuh dari awan tersebut, air hujan akan bersifat asam. Proses ini disebut rainout.
Hujan asam juga bisa terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam, sehingga asam tersebut larut ke dalam air hujan dan menyatu ke bumi.
Proses ini disebut wash-out. Hujan asam bisa terjadi di daerah yang sangat jauh dari sumber polusi. Masalah hujan asam terjadi di lapisan atmosfer bawah, yaitu troposfer.
Asam yang terkandung dalam hujan asam adalah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3), keduanya termasuk asam kuat. Asam sulfat berasal dari gas SO2, sedangkan asam nitrat berasal dari gas NOx.
Penyebab Hujan Asam
Hujan asam terutama disebabkan oleh pelepasan gas sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOₓ) ke atmosfer. Sumber utama emisi tersebut berasal dari pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), aktivitas industri kimia dan logam, serta kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Dalam jumlah tertentu, letusan gunung berapi dan kebakaran hutan juga dapat menghasilkan SO₂ dalam kadar tinggi, namun kontribusi terbesar tetap berasal dari aktivitas manusia. Proses industrialisasi yang masif di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, mempercepat peningkatan potensi terjadinya hujan asam.
Dampak Hujan Asam Terhadap Lingkungan
Hujan asam menimbulkan dampak serius terhadap ekosistem. Pada tanah, kandungan asam yang tinggi dapat melarutkan unsur hara penting seperti kalsium dan magnesium, sehingga menurunkan kesuburan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Pada ekosistem perairan, hujan asam menyebabkan penurunan pH dan peningkatan kelarutan logam berat, seperti aluminium, yang bersifat toksik bagi ikan dan organisme air lainnya. Vegetasi hutan, terutama di daerah pegunungan dengan tanah miskin hara, sangat rentan terhadap paparan hujan asam, yang dapat merusak daun, mengurangi fotosintesis, dan menurunkan produktivitas hutan.
Selain itu, hujan asam mempercepat korosi pada bangunan, monumen bersejarah, dan infrastruktur. Bahan bangunan yang terbuat dari logam, beton, serta batuan karbonat (misalnya marmer dan kapur) sangat rentan terdegradasi akibat kontak berulang dengan air hujan yang bersifat asam.
Referensi:
Budiyono, A. (2010). Pencemaran udara: dampak pencemaran udara pada lingkungan. Berita Dirgantara, 2(1).
Gumirat, M. I. I., Satriawan, D., & Wahyuningtyas, D. (2021). Dampak Hujan Asam Pada Lingkungan. Jurnal Pengendalian Pencemaran Lingkungan, 3(2), 67-73.
Yatim, E. M. (2007). Dampak dan pengendalian hujan asam di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(1), 146-151.
Terbaru

Kelebihan dan Kekurangan Program Fortifikasi Makanan di Indonesia
mengupas secara komprehensif berbagai aspek program fortifikasi makanan di Indonesia, menyajikan arg...
Selengkapnya
Apa Itu Hujan Asam? Kenali Penyebab, Dampak, Dan Solusi Bagi Lingkungan Hidup
Hujan asam terjadi ketika kandungan zat kimia berbahaya di udara, seperti sulfur dioksida (SO₂) da...
Selengkapnya
8 Tanaman Hias Loveable Dengan Warna Brave Pink Green Hero, Percantik Halaman Sambil Jaga Lingkungan
Warna tanaman hias begitu beragam dan unik, mengundang rasa ingin memiliki. Dari hanya percampuran d...
Selengkapnya
Mengenal Environmental Baseline Study (EBS) Untuk Industri Ramah Lingkungan
Dengan mengintegrasikan teknologi hijau, efisiensi energi, serta pengelolaan limbah yang tepat, indu...
Selengkapnya
Apa Itu Fortifikasi Makanan? Mengenal Zat Tambahan Makanan Dan Manfaatnya Untuk Tubuh
9 Dari 10 Ahli Setuju! Fortifikasi Makanan Memberikan Manfaat Luar Biasa Bagi Tubuh- Yuk Kenali Jeni...
Selengkapnya
Rahasia Gaya Hidup Sehat dengan Secangkir Teh
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat dan konsumsi pangan ala...
Selengkapnya
Hobi Makan Seafood? Waspadai Mikroplastik Yang Mengintai!Hobi Makan Seafood? Waspadai Mikroplastik Yang Mengintai!
Pentingnya kesadaran akan keberadaan mikroplastik dalam seafood yang dikonsumsi sehari-hari. Berikut...
Selengkapnya
Makanan Cepat Saji Cepat Basi? Ini Penyebab dan Tips Aman Mengonsumsinya
Makanan cepat saji atau fast food dikenal praktis dan mudah dinikmati, tetapi memiliki daya simpan y...
Selengkapnya
Peran Beras Fortifikasi Untuk Mencegah Stunting Di Indonesia
Kupas tuntas peran, manfaat, dan potensi beras yang diperkaya dengan vitamin dan mineral ini dalam ...
Selengkapnya
Tantangan Dan Strategi Fortifikasi Makanan di Indonesia Untuk Gizi yang Lebih Baik
Fortifikasi adalah proses menambahkan zat gizi mikro penting seperti zat besi, yodium, vitamin A, zi...
Selengkapnya
Waspada Bakteri E.Coli Dari Maraknya Kasus Keracunan Makanan
Keracunan makanan, sebuah ancaman kesehatan yang sering kali diremehkan, menjadi perhatian serius be...
Selengkapnya
Dampak Gas Air Mata, Ancaman Nyata Untuk Lingkungan
Dampak gas air mata yang selama ini dianggap hanya berpengaruh sementara pada manusia, tetapi ternya...
Selengkapnya
Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan Manusia Dan Lingkungan
Indonesia menempati peringkat ke-15 dunia untuk polusi udara. Artikel ini mengupas tuntas penyebab, ...
Selengkapnya
Mengenal Lebih Dekat Bakteri Coliform , Indikator Kebersihan Air dan Makanan
Coliform adalah kelompok bakteri yang biasanya digunakan sebagai indikator apakah air atau makanan s...
Selengkapnya